Untuk Pendidikan Indonesia Yang Lebih Maju dan Bermartabat

Senin, 13 Mei 2013

Detik Pendidikan-- Mendikbud Mohammad Nuh akhirnya mengungkapkan beberapa hasil investigasi ujian nasional (UN) 2013 yang sempat kisruh beberapa waktu lalu. Didampingi Dirjen Dikmen Hamid Muhammad, Wamendikbud Musliar Kasim, Kabalitbang Khairil Anwar Notodiputro, dan Irjen Haryono Umar, Nuh mengatakan terdapat empat penyebab terlambatnya pelaksanaan UN di 11 provinsi.
Empat penyebab tersebut pertama karena terlambatnya pencairan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemendikbud oleh Kemenkeu. Anggaran UN termasuk di dalam DIPA ini.  
"DIPA Balitbang di mana DIPA UN termasuk didalamnya baru keluar tanggal 13 Maret sehingga kontrak dilakukan 15 Maret. Sebulan sebelum pelaksanaan UN SMA 15 April. Sedangkan tahun lalu jarak antara kontrak dengan pelaksanaan UN dua bulan," jelas Nuh pada konferensi pers di kantor Kemendikbud Senin (13/5).
Kedua, lanjut Nuh, kelemahan manajerial internal Kemendikbud. Penyampaian master soal dari Puspendik ke percetakan tidak menyeluruh tapi bertahap yakni 15 Maret, 18 Maret, dan 23 Maret. 
"Irjen sebenarnya sudah memberikan early warning tapi tidak direspon dengan baik. Di sini Kemendikbud mengakui ada kelemahan pada sistem pengendalian internal dan pengelolaan resiko yang belum terkoordinasi dengan baik," ujar Nuh. 
Ketiga kelemahan manajamen di percetakan. Menurut Nuh ada persoalan teknis pada penyiapan percetakkan. Yakni percetakkan sulit menggabungkan antara naskah dengan LJUN. "Naskah hitam putih sedangkan LJK UN berwarna. Satu percetakkan kesulitan menggabungkan," kata Nuh.
Selain itu, Nuh menuturkan, pola kerja yang tidak terkoordinator dengan baik dan tidak ada kontrol resiko dari internal percetakkan tersebut.
"Buktinya lima percetakkan lainnya bisa menyelesaikan dengan baik mencetak naskah digabung dengan LJK," tutur Nuh.
Keempat, sebut dia, lalainya tim pengawas di percetakkan yang terdiri dari dinas pendidikan provinsi dan Perguruan Tinggi (PT). Yaitu untuk melakukan validasi data peserta dengan kebutuhan amplop naskah UN di setiap sekolah yang tidak berjalan dengan baik. Sehingga masih ditemukan adanya kekurangan amplop naskah UN dan salah alamat pengiriman amplop naskah.
"Anggaran telat, manajemen seperti itu, percetakan juga begitu. Ditambah tim pengawas juga membuat keterlambatan UN menjadi sempurna," tuturnya.

Mendikbud Ungkap Hasil Investigasi UN Jilid 1

Detik Pendidikan-- Mendikbud Mohammad Nuh akhirnya mengungkapkan beberapa hasil investigasi ujian nasional (UN) 2013 yang sempat kisruh beberapa waktu lalu. Didampingi Dirjen Dikmen Hamid Muhammad, Wamendikbud Musliar Kasim, Kabalitbang Khairil Anwar Notodiputro, dan Irjen Haryono Umar, Nuh mengatakan terdapat empat penyebab terlambatnya pelaksanaan UN di 11 provinsi.
Empat penyebab tersebut pertama karena terlambatnya pencairan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemendikbud oleh Kemenkeu. Anggaran UN termasuk di dalam DIPA ini.  
"DIPA Balitbang di mana DIPA UN termasuk didalamnya baru keluar tanggal 13 Maret sehingga kontrak dilakukan 15 Maret. Sebulan sebelum pelaksanaan UN SMA 15 April. Sedangkan tahun lalu jarak antara kontrak dengan pelaksanaan UN dua bulan," jelas Nuh pada konferensi pers di kantor Kemendikbud Senin (13/5).
Kedua, lanjut Nuh, kelemahan manajerial internal Kemendikbud. Penyampaian master soal dari Puspendik ke percetakan tidak menyeluruh tapi bertahap yakni 15 Maret, 18 Maret, dan 23 Maret. 
"Irjen sebenarnya sudah memberikan early warning tapi tidak direspon dengan baik. Di sini Kemendikbud mengakui ada kelemahan pada sistem pengendalian internal dan pengelolaan resiko yang belum terkoordinasi dengan baik," ujar Nuh. 
Ketiga kelemahan manajamen di percetakan. Menurut Nuh ada persoalan teknis pada penyiapan percetakkan. Yakni percetakkan sulit menggabungkan antara naskah dengan LJUN. "Naskah hitam putih sedangkan LJK UN berwarna. Satu percetakkan kesulitan menggabungkan," kata Nuh.
Selain itu, Nuh menuturkan, pola kerja yang tidak terkoordinator dengan baik dan tidak ada kontrol resiko dari internal percetakkan tersebut.
"Buktinya lima percetakkan lainnya bisa menyelesaikan dengan baik mencetak naskah digabung dengan LJK," tutur Nuh.
Keempat, sebut dia, lalainya tim pengawas di percetakkan yang terdiri dari dinas pendidikan provinsi dan Perguruan Tinggi (PT). Yaitu untuk melakukan validasi data peserta dengan kebutuhan amplop naskah UN di setiap sekolah yang tidak berjalan dengan baik. Sehingga masih ditemukan adanya kekurangan amplop naskah UN dan salah alamat pengiriman amplop naskah.
"Anggaran telat, manajemen seperti itu, percetakan juga begitu. Ditambah tim pengawas juga membuat keterlambatan UN menjadi sempurna," tuturnya.

Minggu, 12 Mei 2013

Detik Pendidikan - Jika tidak ditunda lagi, hari ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh memaparkan hasil investigasi amburadulnya ujian nasional (UN) 2013. Banyak pihak dibuat geregetan dengan kacaunya UN  itu. Tak terkecuali Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar yang memimpin investigasi.

Haryono mengatakan sebagian besar isi investigasi adalah fakta-fakta lapangan yang sudah terekam oleh publik. "Tetapi ada juga yang rahasia, dan biar disampaikan sendiri oleh Mendikbud," katanya, Minggu (12/5). Intinya, mantan pimpinan KPK itu mengatakan kecewa sekali karena UN 2013 berjalan kacau, sampai pihaknya mendapat tugas khusus untuk investigasi.

Haryono pantas kecewa, karena jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan tender UN  dia sudah menyurati panitia supaya berhati-hati. "Termasuk mengingatkan jangan sampai ada korupsi. Jangan sampai spesifikasi kertas LJK dikurangi, harus seratus gram," katanya.

Dia menegaskan upaya mengingatkan tadi sudah dia lakukan berkali-kali. "Dalam setiap rapat pimpinan menjelang pelaksanaan UN  juga sudah saya sampaikan lagi. Ada banyak titik kritis yang harus ditangani," tandasnya.

Tetapi Haryono mencium gelegat masukannya tadi tidak digubris. Panitia UN  menilai bahwa masukan tadi muncul dari unit utama Kemendikbud, yang boleh diabaikan.

"Mungkin mereka (panitia UN , red) merasa lebih pintar, sehingga tidak ada satupun masukan saya dijalankan," kata pria kelahiran Prabumulih, Sumsel itu.

Puncaknya pada 4 April atau sebelas hari menjelang UN SMA, Haryono mengirim surat akumulasi titik-titik kritis pelaksananaan persiapan UN. "Surat itu untuk Balitbang, tetapi saya tembuskan juga ke Menteri," tandasnya.

Sama seperti yang sudah-sudah, surat tadi diabaikan. Padahal isinya penting, yakni gejala-gejala UN  akan kacau. Haryono mengatakan saat itu pihaknya memang sudah mencium UN  2013 bakal kacau.

"Gini-gini saya mantan penegak hukum. Saya tahu enam langkah di depan mereka (panitia UN , red)," tandas alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu.

Dia sudah mengetahui ternyata percetakan mengurangi spesifikasi kertas UN . Dia juga sudah tahu bahwa percetakan naskah ujian di PT Ghalia Indonesia Printing, salah satu pemenang tender, tidak  beres.

Tetapi Haryono tidak berbuat apa-apa. Dia mengaku hanya bisa membuat rekomendasi atau sejenis masukan saja kala itu. "Keputusan atau eksekusi rekomendasi itu diajalankan atau tidak, ada di Menteri. Dan ternyata tidak dilakukan, sehingga kita tahu bersama UN  2013 kacau," paparnya.

Disebut selalu bersebrangan dengan budaya di Kemendikbud, Haryono hanya tersenyum. "Saya bukan bersebrangan. Tetapi berusaha menjadi cermin di Kemendikbud untuk perbaikan," kata pria yang 23 tahun bekerja di BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) itu.

Dia lantas mengatakan kalau materi investigasi yang rencananya dipaparkan hari ini adalah mengumpulkan fakta-fakta kekacauan UN  2013 dan membeberkan juga penyebabnya. Mulai dari keterlambatan UN  di 11 provinsi, kasus banyaknya kekurangan naskah UN , hingga persoalan tipisnya lembar jawaban komputer.

Haryono menegaskan jelas ada kesalahan dalam pelaksanaan UN. Dia tidak bisa menutupi ini karena faktanya sudah gamblang. "Karena salah satu rekomendasi investigasi adalah penjatuhan sanksi," ujar mantan ketua Ikatan Akuntan Indonesia itu. Namun apakah rekomendasi penjatuhan sanksi itu nanti dijalankan atau tidak, Haryono menyerahkan sepenuhnya ke menteri.

Sementara itu publik sudah tidak sabar menunggu paparan Mendikbud tentang investigasi UN . "Kami berharap pengumuman ini tidak ditunda lagi," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri.

Dia juga berharap Mendikbud tidak mensensor poin-poin penting dari investigasi tim Itjen Kemendikbud tadi. "Harus utuh kalimatnya. Jangan sampai dipotong-potong," tandasnya.

Febri juga berharap Mendikbud Mohammad Nuh mengikuti langkah Kepala Balitbang Kemendikbud Khairil Anwar Notodiputro yang mundur dari jabatannya karena pelaksanaan UN  kacau. Meski mengapresiasi langkah mundur Khairil, dia mengatakan proses hukum tetap berjalan jika dalam pelaksanaan UN  ada praktek korupsi.(sumber)

Rekomendasi tidak di gubris, Irjen Kemendikbud Gregetan

Detik Pendidikan - Jika tidak ditunda lagi, hari ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh memaparkan hasil investigasi amburadulnya ujian nasional (UN) 2013. Banyak pihak dibuat geregetan dengan kacaunya UN  itu. Tak terkecuali Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar yang memimpin investigasi.

Haryono mengatakan sebagian besar isi investigasi adalah fakta-fakta lapangan yang sudah terekam oleh publik. "Tetapi ada juga yang rahasia, dan biar disampaikan sendiri oleh Mendikbud," katanya, Minggu (12/5). Intinya, mantan pimpinan KPK itu mengatakan kecewa sekali karena UN 2013 berjalan kacau, sampai pihaknya mendapat tugas khusus untuk investigasi.

Haryono pantas kecewa, karena jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan tender UN  dia sudah menyurati panitia supaya berhati-hati. "Termasuk mengingatkan jangan sampai ada korupsi. Jangan sampai spesifikasi kertas LJK dikurangi, harus seratus gram," katanya.

Dia menegaskan upaya mengingatkan tadi sudah dia lakukan berkali-kali. "Dalam setiap rapat pimpinan menjelang pelaksanaan UN  juga sudah saya sampaikan lagi. Ada banyak titik kritis yang harus ditangani," tandasnya.

Tetapi Haryono mencium gelegat masukannya tadi tidak digubris. Panitia UN  menilai bahwa masukan tadi muncul dari unit utama Kemendikbud, yang boleh diabaikan.

"Mungkin mereka (panitia UN , red) merasa lebih pintar, sehingga tidak ada satupun masukan saya dijalankan," kata pria kelahiran Prabumulih, Sumsel itu.

Puncaknya pada 4 April atau sebelas hari menjelang UN SMA, Haryono mengirim surat akumulasi titik-titik kritis pelaksananaan persiapan UN. "Surat itu untuk Balitbang, tetapi saya tembuskan juga ke Menteri," tandasnya.

Sama seperti yang sudah-sudah, surat tadi diabaikan. Padahal isinya penting, yakni gejala-gejala UN  akan kacau. Haryono mengatakan saat itu pihaknya memang sudah mencium UN  2013 bakal kacau.

"Gini-gini saya mantan penegak hukum. Saya tahu enam langkah di depan mereka (panitia UN , red)," tandas alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu.

Dia sudah mengetahui ternyata percetakan mengurangi spesifikasi kertas UN . Dia juga sudah tahu bahwa percetakan naskah ujian di PT Ghalia Indonesia Printing, salah satu pemenang tender, tidak  beres.

Tetapi Haryono tidak berbuat apa-apa. Dia mengaku hanya bisa membuat rekomendasi atau sejenis masukan saja kala itu. "Keputusan atau eksekusi rekomendasi itu diajalankan atau tidak, ada di Menteri. Dan ternyata tidak dilakukan, sehingga kita tahu bersama UN  2013 kacau," paparnya.

Disebut selalu bersebrangan dengan budaya di Kemendikbud, Haryono hanya tersenyum. "Saya bukan bersebrangan. Tetapi berusaha menjadi cermin di Kemendikbud untuk perbaikan," kata pria yang 23 tahun bekerja di BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) itu.

Dia lantas mengatakan kalau materi investigasi yang rencananya dipaparkan hari ini adalah mengumpulkan fakta-fakta kekacauan UN  2013 dan membeberkan juga penyebabnya. Mulai dari keterlambatan UN  di 11 provinsi, kasus banyaknya kekurangan naskah UN , hingga persoalan tipisnya lembar jawaban komputer.

Haryono menegaskan jelas ada kesalahan dalam pelaksanaan UN. Dia tidak bisa menutupi ini karena faktanya sudah gamblang. "Karena salah satu rekomendasi investigasi adalah penjatuhan sanksi," ujar mantan ketua Ikatan Akuntan Indonesia itu. Namun apakah rekomendasi penjatuhan sanksi itu nanti dijalankan atau tidak, Haryono menyerahkan sepenuhnya ke menteri.

Sementara itu publik sudah tidak sabar menunggu paparan Mendikbud tentang investigasi UN . "Kami berharap pengumuman ini tidak ditunda lagi," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri.

Dia juga berharap Mendikbud tidak mensensor poin-poin penting dari investigasi tim Itjen Kemendikbud tadi. "Harus utuh kalimatnya. Jangan sampai dipotong-potong," tandasnya.

Febri juga berharap Mendikbud Mohammad Nuh mengikuti langkah Kepala Balitbang Kemendikbud Khairil Anwar Notodiputro yang mundur dari jabatannya karena pelaksanaan UN  kacau. Meski mengapresiasi langkah mundur Khairil, dia mengatakan proses hukum tetap berjalan jika dalam pelaksanaan UN  ada praktek korupsi.(sumber)
Detik Pendidikan - Setelah bungkam sejak kabar pengunduran dirinya beredar pada akhir pekan lalu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Khairil Anwar Notodiputro, akhirnya buka suara. Khairil mengakui bahwa dirinya memang memilih untuk mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kekacauan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2013.

"Ini merupakan bentuk tanggung jawab kepada publik. Untuk itu, saya memilih mundur," kata Khairil di Jakarta, Sabtu (11/5/2013).
Sebelumnya, guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sulit ditemui dan dihubungi. Bahkan saat didatangi ke kantornya pun yang bersangkutan tidak terlihat. Namun, saat sore hari dirinya kembali ke kantor dan mulai membalas pesan singkat yang dikirimkan kepadanya.
Ia juga menjelaskan, meski telah meminta maaf terkait dengan kacau balaunya Ujian Nasional (UN) 2013 yang mengakibatkan penundaan di 11 provinsi, dirinya merasa hal tersebut tidak cukup sehingga pengunduran dirinya merupakan langkah yang akhirnya dipilih sebagai bentuk tanggung jawab.
"Saya juga sudah mengawal UN yang selanjutnya. Baik SMP maupun SD dan semuanya lancar," ujar Khairil.
Pengajuan untuk mundur dari jabatannya ini sebenarnya sudah muncul sejak PT Ghalia Indonesia Printing terbukti gagal dalam melakukan tugasnya mendistribusikan soal UN sehingga kemudian UN di 11 provinsi harus ditunda. Namun, akhirnya pengunduran diri secara tertulisnya baru direalisasikan pada tanggal 3 Mei.
"Saya sudah terpikir untuk mundur. Saya nyatakan dulu lisan pada Pak Menteri. Baru saya berikan surat tertulis," ungkap Khairil. (Sumber)

Kabalitbang Kemdikbud: Saya Memilih Mundur

Detik Pendidikan - Setelah bungkam sejak kabar pengunduran dirinya beredar pada akhir pekan lalu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Khairil Anwar Notodiputro, akhirnya buka suara. Khairil mengakui bahwa dirinya memang memilih untuk mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kekacauan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2013.

"Ini merupakan bentuk tanggung jawab kepada publik. Untuk itu, saya memilih mundur," kata Khairil di Jakarta, Sabtu (11/5/2013).
Sebelumnya, guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sulit ditemui dan dihubungi. Bahkan saat didatangi ke kantornya pun yang bersangkutan tidak terlihat. Namun, saat sore hari dirinya kembali ke kantor dan mulai membalas pesan singkat yang dikirimkan kepadanya.
Ia juga menjelaskan, meski telah meminta maaf terkait dengan kacau balaunya Ujian Nasional (UN) 2013 yang mengakibatkan penundaan di 11 provinsi, dirinya merasa hal tersebut tidak cukup sehingga pengunduran dirinya merupakan langkah yang akhirnya dipilih sebagai bentuk tanggung jawab.
"Saya juga sudah mengawal UN yang selanjutnya. Baik SMP maupun SD dan semuanya lancar," ujar Khairil.
Pengajuan untuk mundur dari jabatannya ini sebenarnya sudah muncul sejak PT Ghalia Indonesia Printing terbukti gagal dalam melakukan tugasnya mendistribusikan soal UN sehingga kemudian UN di 11 provinsi harus ditunda. Namun, akhirnya pengunduran diri secara tertulisnya baru direalisasikan pada tanggal 3 Mei.
"Saya sudah terpikir untuk mundur. Saya nyatakan dulu lisan pada Pak Menteri. Baru saya berikan surat tertulis," ungkap Khairil. (Sumber)
Detik Pendidikan - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tampak gamang dalam mengambil keputusan mempublikasi hasil investigasi kisruh ujian nasional (unas) 2013. Indikasinya, kementerian yang dipimpin Mohammad Nuh itu berkali-kali mengubah jadwal publikasi.

Ketika kisruh unas masih menghangat pada pertengahan April lalu, Nuh mengatakan akan segera mengumumkan atau publikasi hasil investigasi. Ketika itu dia menginstruksikan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar untuk memimpin investigasi.

Namun memasuki pelaksanaan unas jenjang SD pekan lalu, Nuh mengatakan hasil investigasi itu tidak akan diumumkan segera. Meskipun tim investigasi yang dipimpin Haryono sudah menuntaskan satu diantara tiga titik investigasi. Nuh menuturkan akan mempublikasi hasil investigasi unas setelah seluruh rangkaian unas beres, yakni hingga pengumuman kelulusan.

Tetapi ketika berkunjung ke  Madiun, Sabtu (11/5) Nuh menyampaikan informasi yang mengejutkan. Menteri asal Surabaya itu mengatakan bahwa hasil investigasi unas akan disampaikan Senin besok (13/5) di Jakarta. Dia menegaskan yang diumumkan ini adalah hasil investigasi di titik pelaksanaan. Sedangkan untuk titik pengawasan dan tender, masih belum bisa dipublikasi karena investigasi masih berjalan.

Mantan rektor ITS itu masih berkomitmen bahwa Kemendikbud tetap memberikan sanksi yang tegas jika hasil investigasi ini mengarah pada indikasi kelalaian atau kesalahan. Nuh menuturkan sanksi bisa mulai teguran tertulis hingga pemberhentian pejabat terkait.

Di internal Kemendikbud sendiri muncul banyak versi kenapa jadwal publikasi hasil investigasi unas ini berubah-ubah. Diantaranya adalah, banyaknya informasi penting investigasi yang bocor. Seperti adanya unsur kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh pimpinan Kemendikbud.

Selain itu bocornya informasi pejabat Kemendikbud yang mundur buntut dari kisruhnya unas. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Khairil Anwar Notodiputro akhirnya melayangkan surat pengunduran diri. Upaya itu dia lakukan sebagai wujud pertanggung jawaban sebagai pucuk pimpinan pelaksana teknis unas.

Sementara itu Staf Khusus Mendikbud Bidang Informasi Media Sukemi menampiknya. Dia mengatakan bahwa Mendikbud tidak mempercepat jadwal publikasi hasil investigasi unas. ’’Karena sudah disampaikan ke RI-1 maka yah segera kita sampaikan ke publik,’’ tandas mantan wartawan itu tadi malam.

Dia mengatakan pengumuman hasil investigasi Senin depan itu sudah dipertimbangkan juga kinerja panitia unas. ’’Kan unas selesai sudah sejak Kamis lalu (jenjang SD, red). Lagian pemindaian juga sudah selesai,’’ ujarnya. Dengan demikian pengumuman hasil investigasi ini tidak akan mengganggu kinerja panitia unas, seperti yang dikhawatirkan selama ini,

Besok, Investigasi UN akan di publikasikan

Detik Pendidikan - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tampak gamang dalam mengambil keputusan mempublikasi hasil investigasi kisruh ujian nasional (unas) 2013. Indikasinya, kementerian yang dipimpin Mohammad Nuh itu berkali-kali mengubah jadwal publikasi.

Ketika kisruh unas masih menghangat pada pertengahan April lalu, Nuh mengatakan akan segera mengumumkan atau publikasi hasil investigasi. Ketika itu dia menginstruksikan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar untuk memimpin investigasi.

Namun memasuki pelaksanaan unas jenjang SD pekan lalu, Nuh mengatakan hasil investigasi itu tidak akan diumumkan segera. Meskipun tim investigasi yang dipimpin Haryono sudah menuntaskan satu diantara tiga titik investigasi. Nuh menuturkan akan mempublikasi hasil investigasi unas setelah seluruh rangkaian unas beres, yakni hingga pengumuman kelulusan.

Tetapi ketika berkunjung ke  Madiun, Sabtu (11/5) Nuh menyampaikan informasi yang mengejutkan. Menteri asal Surabaya itu mengatakan bahwa hasil investigasi unas akan disampaikan Senin besok (13/5) di Jakarta. Dia menegaskan yang diumumkan ini adalah hasil investigasi di titik pelaksanaan. Sedangkan untuk titik pengawasan dan tender, masih belum bisa dipublikasi karena investigasi masih berjalan.

Mantan rektor ITS itu masih berkomitmen bahwa Kemendikbud tetap memberikan sanksi yang tegas jika hasil investigasi ini mengarah pada indikasi kelalaian atau kesalahan. Nuh menuturkan sanksi bisa mulai teguran tertulis hingga pemberhentian pejabat terkait.

Di internal Kemendikbud sendiri muncul banyak versi kenapa jadwal publikasi hasil investigasi unas ini berubah-ubah. Diantaranya adalah, banyaknya informasi penting investigasi yang bocor. Seperti adanya unsur kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh pimpinan Kemendikbud.

Selain itu bocornya informasi pejabat Kemendikbud yang mundur buntut dari kisruhnya unas. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Khairil Anwar Notodiputro akhirnya melayangkan surat pengunduran diri. Upaya itu dia lakukan sebagai wujud pertanggung jawaban sebagai pucuk pimpinan pelaksana teknis unas.

Sementara itu Staf Khusus Mendikbud Bidang Informasi Media Sukemi menampiknya. Dia mengatakan bahwa Mendikbud tidak mempercepat jadwal publikasi hasil investigasi unas. ’’Karena sudah disampaikan ke RI-1 maka yah segera kita sampaikan ke publik,’’ tandas mantan wartawan itu tadi malam.

Dia mengatakan pengumuman hasil investigasi Senin depan itu sudah dipertimbangkan juga kinerja panitia unas. ’’Kan unas selesai sudah sejak Kamis lalu (jenjang SD, red). Lagian pemindaian juga sudah selesai,’’ ujarnya. Dengan demikian pengumuman hasil investigasi ini tidak akan mengganggu kinerja panitia unas, seperti yang dikhawatirkan selama ini,

Sabtu, 11 Mei 2013

Detik Pendidikan-Pemerintah didesak untuk mengembalikan penentuan kelulusan siswa dengan metode Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (Ebta).

Menurut pengamat pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Slamet Sutrisno, metode penentuan menggunakan Nilai Ebtanas Murni (NEM) meminimalisasi perilaku tidak jujur dari para guru.

Oleh karena itu, Slamet menuntut pemerintah meninjau kembali penentuan kelulusan siswa dengan Ujian Nasional (UN). “Secara filosofi konseptual, UN tidak mencerminkan pendidikan nilai karakter yang saya anggap anti nilai Pancasila,” jelas Slamet dalam diskusi implementasi pelaksanaan kurikulum 2013 dengan para guru dan tokoh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (9/5/2013).

Slamet juga mengkritisi sistem pendidikan nasional yang dinilai membuat kegiatan belajar di sekolah menjadi teralienasi. Hal ini terlihat dari minimnya interaksi antara siswa dan guru di luar jam sekolah.

“Semua ini disebabkan oleh beban birokratisasi administratif yang harus dipikul oleh guru. Dahulu, kunjungan guru ke rumah murid suatu keniscayaan, sekarang guru SD saja harus menyelesaikan administrasi dalam 35 jenis,” imbuh dosen fakultas filsafat UGM itu.

Selain itu, menurut Slamet, sertifikasi untuk para guru dituding sebagai penyebab penurunan kualitas pendidikan nasional. Pasalnya, para guru berlomba-lomba mengejar materi untuk mengejar sertifikasi sehingga mengurangi waktunya dalam mendidik siswa, baik di lingkungan atau luar sekolah.

Dia menyayangkan sikap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang tidak terbuka menerima evaluasi pelaksanaan ujian nasional dari masyarakat. Ditambah lagi, kurikulum 2013 yang mulai diberlakukan pada Juni 2013, dinilai hanya ajang ujicoba untuk peserta didik. Apalagi seakan menjadi kebiasaan pemerintah mengganti kurikulum setiap pergantian menteri.

Sementara itu, Siti Rahayu, guru SMA Angkasa Adisutjipto, menilai UN tidak layak dijadikan penentu kelulusan siswa. Menurutnya, UN seharusnya menjadi alat untuk memetakan kualitas setiap sekolah di Indonesia. “Kelulusan harusnya ditentukan oleh sekolah itu sendiri,” ungkap Siti.

Pengamat Pendidikan UGM: UN Anti-Pancasila!

Detik Pendidikan-Pemerintah didesak untuk mengembalikan penentuan kelulusan siswa dengan metode Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (Ebta).

Menurut pengamat pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Slamet Sutrisno, metode penentuan menggunakan Nilai Ebtanas Murni (NEM) meminimalisasi perilaku tidak jujur dari para guru.

Oleh karena itu, Slamet menuntut pemerintah meninjau kembali penentuan kelulusan siswa dengan Ujian Nasional (UN). “Secara filosofi konseptual, UN tidak mencerminkan pendidikan nilai karakter yang saya anggap anti nilai Pancasila,” jelas Slamet dalam diskusi implementasi pelaksanaan kurikulum 2013 dengan para guru dan tokoh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (9/5/2013).

Slamet juga mengkritisi sistem pendidikan nasional yang dinilai membuat kegiatan belajar di sekolah menjadi teralienasi. Hal ini terlihat dari minimnya interaksi antara siswa dan guru di luar jam sekolah.

“Semua ini disebabkan oleh beban birokratisasi administratif yang harus dipikul oleh guru. Dahulu, kunjungan guru ke rumah murid suatu keniscayaan, sekarang guru SD saja harus menyelesaikan administrasi dalam 35 jenis,” imbuh dosen fakultas filsafat UGM itu.

Selain itu, menurut Slamet, sertifikasi untuk para guru dituding sebagai penyebab penurunan kualitas pendidikan nasional. Pasalnya, para guru berlomba-lomba mengejar materi untuk mengejar sertifikasi sehingga mengurangi waktunya dalam mendidik siswa, baik di lingkungan atau luar sekolah.

Dia menyayangkan sikap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang tidak terbuka menerima evaluasi pelaksanaan ujian nasional dari masyarakat. Ditambah lagi, kurikulum 2013 yang mulai diberlakukan pada Juni 2013, dinilai hanya ajang ujicoba untuk peserta didik. Apalagi seakan menjadi kebiasaan pemerintah mengganti kurikulum setiap pergantian menteri.

Sementara itu, Siti Rahayu, guru SMA Angkasa Adisutjipto, menilai UN tidak layak dijadikan penentu kelulusan siswa. Menurutnya, UN seharusnya menjadi alat untuk memetakan kualitas setiap sekolah di Indonesia. “Kelulusan harusnya ditentukan oleh sekolah itu sendiri,” ungkap Siti.

Selasa, 23 April 2013


JAKARTA, KOMPAS.com — Desakan penghapusan ujian nasional (UN) diserukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. UN dinilai cacat secara hukum dan praktik sehingga harus segera dihentikan.

"Meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI taat hukum dan undang-undang dengan menghapus UN serta merumuskan kembali model evaluasi yang sesuai dengan perundang-undangan dan model pembelajaran yang direkomendasikan/yang dipilih," demikian yang disampaikan LBH Jakarta melalui rilis resmi yang diterima Kompas.com, akhir pekan lalu.

LBH Jakarta menyatakan bahwa alih-alih menaati perintah pengadilan, pemerintah justru dengan gamblang mengajarkan kepada masyarakat untuk mengabaikan dan melawan hukum atas putusan tentang UN yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor 228/PDT.G/2006/PN.JKT.PST tertanggal 21 Mei 2007. Putusan yang juga telah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung (MA) menyebutkan empat poin berikut ini:

1. Menyatakan Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua Badan Standar Nasional pendidikan lalai dalam memenuhi hak asasi manusia, terutama hak atas pendidikan dan hak-hak anak.

2. Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) untuk memperbaiki sarana prasarana, peningkatan kualitas guru, dan akses informasi ke daerah sebelum ujian nasional dilaksanakan.

3. Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua BNSP untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik dalam usia anak akibat penyelenggaraan ujian nasional.

4. Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua BNSP meninjau ulang sistem pendidikan nasional.

Dalam pertimbangannya, hakim juga menyebutkan bahwa UN berdampak buruk pada perkembangan psikologis anak dan menanamkan perilaku korupsi kepada anak. Permohonan eksekusi telah diajukan dan bahkan PN Jakarta Pusat sudah mengajukan peringatan kepada Presiden, Wapres, Mendikbud, dan Ketua Badan BSNP untuk melaksanakan putusan tersebut. Namun, hingga kini, UN tetap digelar, bahkan penyelenggaraannya amburadul.

"Bukan hanya melawan perintah pengadilan, sesungguhnya Presiden, Wakil Presiden, Mendikbud, dan Ketua BNSP pun secara tidak malu melanggar UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana Pasal 58 dengan jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan," kata LBH Jakarta.

Pecat menterinya

LBH Jakarta juga merekomendasikan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menghentikan M Nuh dari kursi Mendikbud. Mantan Menkominfo itu terbukti gagal.

"Karena jelas telah terbukti tidak bisa bertanggung jawab dan memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," demikian tertulis.

Sejak mulai digelar pada 2004, UN terus menimbulkan permasalahan. LBH Jakarta mencatat 11 kekacauan besar terjadi pada penyelenggaraan UN tahun 2013 untuk jenjang SMA, yaitu penundaan ujian nasional di 11 provinsi,  keterlambatan paket soal, kekurangan lembar soal dan lembar jawaban, paket mata pelajaran tertukar, kualitas kertas yang buruk, soal ujian nasional tercecer, tidak bisa mengikuti karena berhadapan dengan hukum, sekolah tidak kebagian soal dan lembar jawaban, materi ujian tak sesuai jadwal, problem UN untuk siswa berkebutuhan khusus, serta pengiriman soal salah daerah.

Namun, gagalnya UN dinilai bukan semata karena persoalan teknis dan kapabilitas Mendikbud dan jajarannya. Hanya saja, para pejabat negara yang berwenang dinilai telah melakukan pembangkangan hukum, mengalami disorientasi pendidikan yang mengancam rusaknya generasi bangsa. 

"Seandainya pemerintah menaati perintah putusan pengadilan di atas, kejadian dan kekacauan-kekacauan UN di setiap tahun bisa dihindari," lanjut keterangan tersebut.

PESAN UNTUK PRESIDEN : HAPUS UN DAN PECAT MENTRINYA


JAKARTA, KOMPAS.com — Desakan penghapusan ujian nasional (UN) diserukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. UN dinilai cacat secara hukum dan praktik sehingga harus segera dihentikan.

"Meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI taat hukum dan undang-undang dengan menghapus UN serta merumuskan kembali model evaluasi yang sesuai dengan perundang-undangan dan model pembelajaran yang direkomendasikan/yang dipilih," demikian yang disampaikan LBH Jakarta melalui rilis resmi yang diterima Kompas.com, akhir pekan lalu.

LBH Jakarta menyatakan bahwa alih-alih menaati perintah pengadilan, pemerintah justru dengan gamblang mengajarkan kepada masyarakat untuk mengabaikan dan melawan hukum atas putusan tentang UN yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor 228/PDT.G/2006/PN.JKT.PST tertanggal 21 Mei 2007. Putusan yang juga telah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung (MA) menyebutkan empat poin berikut ini:

1. Menyatakan Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua Badan Standar Nasional pendidikan lalai dalam memenuhi hak asasi manusia, terutama hak atas pendidikan dan hak-hak anak.

2. Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) untuk memperbaiki sarana prasarana, peningkatan kualitas guru, dan akses informasi ke daerah sebelum ujian nasional dilaksanakan.

3. Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua BNSP untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik dalam usia anak akibat penyelenggaraan ujian nasional.

4. Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua BNSP meninjau ulang sistem pendidikan nasional.

Dalam pertimbangannya, hakim juga menyebutkan bahwa UN berdampak buruk pada perkembangan psikologis anak dan menanamkan perilaku korupsi kepada anak. Permohonan eksekusi telah diajukan dan bahkan PN Jakarta Pusat sudah mengajukan peringatan kepada Presiden, Wapres, Mendikbud, dan Ketua Badan BSNP untuk melaksanakan putusan tersebut. Namun, hingga kini, UN tetap digelar, bahkan penyelenggaraannya amburadul.

"Bukan hanya melawan perintah pengadilan, sesungguhnya Presiden, Wakil Presiden, Mendikbud, dan Ketua BNSP pun secara tidak malu melanggar UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana Pasal 58 dengan jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan," kata LBH Jakarta.

Pecat menterinya

LBH Jakarta juga merekomendasikan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menghentikan M Nuh dari kursi Mendikbud. Mantan Menkominfo itu terbukti gagal.

"Karena jelas telah terbukti tidak bisa bertanggung jawab dan memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," demikian tertulis.

Sejak mulai digelar pada 2004, UN terus menimbulkan permasalahan. LBH Jakarta mencatat 11 kekacauan besar terjadi pada penyelenggaraan UN tahun 2013 untuk jenjang SMA, yaitu penundaan ujian nasional di 11 provinsi,  keterlambatan paket soal, kekurangan lembar soal dan lembar jawaban, paket mata pelajaran tertukar, kualitas kertas yang buruk, soal ujian nasional tercecer, tidak bisa mengikuti karena berhadapan dengan hukum, sekolah tidak kebagian soal dan lembar jawaban, materi ujian tak sesuai jadwal, problem UN untuk siswa berkebutuhan khusus, serta pengiriman soal salah daerah.

Namun, gagalnya UN dinilai bukan semata karena persoalan teknis dan kapabilitas Mendikbud dan jajarannya. Hanya saja, para pejabat negara yang berwenang dinilai telah melakukan pembangkangan hukum, mengalami disorientasi pendidikan yang mengancam rusaknya generasi bangsa. 

"Seandainya pemerintah menaati perintah putusan pengadilan di atas, kejadian dan kekacauan-kekacauan UN di setiap tahun bisa dihindari," lanjut keterangan tersebut.